Terletak di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Gunung Tambora pernah menyaksikan letusan dahsyat pada tahun 1815 yang menjadi yang terbesar dalam sejarah. Letusan tersebut tidak hanya mempengaruhi daerah sekitarnya, tetapi juga menciptakan efek global. Sehingga tak heran jika Gunung Tambora menjadi sangat terkenal.
Efek sesudah letusannya pun sangat dasyat, nilai 7 dari skala letusan paling tinggi diakibatkan oleh gunung ini. Krakatau pun kalah dalam hal ini. Dengan memuntahkan lebih dari 50 kilometer kubik lahar panas
Letusan yang secara langsung menyebabkan Amerika Utara dan Eropa tidak mendapat musim panas, dampak yang begitu besar. Tidak adanya musim panas ini mengurangi suhu diwilayah tersebut sehingga petani kurang mendapatkan hasil panennya. Alhasil, kelaparan pun dimana-mana. Selain dua wilayah itu, India dan Tiongkok pun turut jadi negara korban letusan.
Efek Tambora pun menyebabkan beberapa peradaban yang luluh lantak. Tiga kerajaan lokal yang ada di sekitar Gunung Tambora ikut terkena dampak letusan dahsyat tersebut. Aktivitas masyarakat otomatis terhenti dan sawah-sawah pun rusak hanya menyisakan puing-puingnya saja. Akibat letusan ini juga memangkas ketinggian Tambora menjadi 2.851 yang awalnya 4.3000 mdpl.
Hal yang unik adalah ditemukannya sepeda pasca letusan terjadi. Setelah letusan, terjadi gagal panen yang menyebabkan kelangkaan pakan kuda. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, seorang bangsawan berkebangsaan Jerman, Karl von Drais, menciptakan kendaraan yang ditenagai dengan sepasang roda dan dapat dikayuh.
Selain itu, letusan Gunung Tambora juga menciptakan fenomena alam yang menakjubkan. Seiring dengan erupsi, terbentuklah batu apung yang menyerupai gunung es di lautan.
Peristiawa alam maha dasyat ini menyimpan warisan yang kaya sejahah meski memberika masa lalu yang kelam. Dalam menghadapi potensi bencana alam, kesiapsiagaan dan pemahaman akan dampaknya sangat penting. Sejarah adalah pembejaran berharga dan menjaga alam adalah suatu keharusan.